ORANG ini menyelamatkan dunia dari bahaya perang nuklir pada lima dekade lalu. Ia seorang diri mencegah terjadinya Perang Dunia III. Namun, ia meninggal sebagai orang yang terhina, terbuang, dan tidak terkenal. Baru sekarang kisahnya menjadi sorotan.
Sebuah film dokumenter yang dipertunjukkan pada Selasa (25/9/2012) malam mengisahkan bagaimana selama 13 hari dalam Krisis Misil Kuba pada Oktober 1962, dunia menahan napas saat Uni Soviet dan Amerika Serikat berada di ambang perang nuklir. Pada puncak Perang Dingin itu, ketika paranoia di kedua pihak berada pada kondisi di mana provokasi sekecil apa pun bisa memicu perang nuklir, empat kapal selam Rusia secara diam-diam berlayar menuju ke Kuba.
Hanya segelintir awak di kapal selam itu yang tahu bahwa kapal-kapal mereka membawa senjata nuklir, masing-masing dengan kekuatan bom seperti yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima tahun 1945.
Vasili Arkhipov, yang berada di kapal selam B-59, adalah salah satu dari mereka. Saat kapalnya mendekati Kuba, sejumlah helikopter, pesawat terbang, dan kapal perang AS menjelajahi lautan untuk mencari kapal-kapal selam Rusia tersebut.
"Pada saat itu senjata tersebut dinamai 'senjata khusus', bukan 'torpedo nuklir'," kata Viktor Mikhailov, navigator yunior di kapal selama Sub B-59. "Pada masa itu kami bahkan tidak bisa membayangkan torpedo nuklir."
Dalam permainan kejar-kejaran kucing dan tikus yang berisiko tinggi itu, tidak lama kapal-kapal Rusia terlihat. Kapal selam yang ditumpangi Arkhipov terpaksa harus melakukan penyelaman darurat.
Saat kapal-kapal selam itu mencoba untuk tetap bersembunyi dari perburuan AS, kondisi di dalam kapal selam memburuk. Selama seminggu mereka berada di bawah air, di dalam kapal panasnya 60 derajat celsius. Sehari mereka hanya dijatah segelas air. Di atas mereka, di permukaan air, angkatan laut AS terus melakukan perburuan. Angkatan laut AS mencoba untuk memaksa kapal-kapal selam Soviet itu muncul ke permukaan guna mengisi ulang baterai mereka.
Pihak AS tidak tahu bahwa di kapal-kapal selam itu ada senjata yang mampu menghancurkan seluruh armada Amerika.
Gary Slaughter, seorang petugas sinyal di kapal kapal perang USS Cony, mengatakan, "Kami tahu mereka mungkin mengalami kesulitan bernapas. Panas sekali di sana, mereka menderita. Mereka dibuat sengsara dan mereka telah berada di bawah tekanan besar untuk waktu yang lama. Pada dasarnya apa yang kami coba lakukan adalah menerapkan penyiksaan pasif. Terus terang saya tidak punya rasa simpati sama sekali terhadap mereka. Mereka adalah musuh."
Orang-orang Amerika memutuskan untuk menaikkan tekanan dan menjatuhkan granat peringatan ke laut. Di dalam kapal selam, para awak kapal selam Soviet berpikir bahwa mereka diserang. Valentin Savitsky, kapten kapal selam B-59, yakin perang nuklir sudah dimulai. Maka, dia meminta para awak kapal selam untuk meluncurkan torpedo mereka demi menyelamatkan sedikit muka Rusia.
Film dokumenter yang ditayangkan Channel 5 itu mengungkapkan, dalam keadaan normal perintah Savitsky itu akan diikuti, dan Perang Dunia III pun pasti tidak terelakkan.
Ryurik Ketov, komandan kapal selam yang lain, yaitu Sub B-4, mengatakan, "Vasili Arkhipov seorang awak kapal selam dan teman dekat saya. Dia seorang teman keluarga. Dia berkepala dingin. Dia yang memegang kendali."
Savitsky tidak memperhitungkan Arkhipov. Sebagai komandan armada, Arkhipov punya hak veto terakhir. Walaupun anak buahnya melawan dia, dia berkeras, mereka tidak boleh menembak. Sebaliknya, mereka menyerah.
Itu jelas merupakan langkah yang memalukan, tetapi langkah itulah yang menyelamatkan dunia. Kapal-kapal selam Soviet itu dipaksa balik ke Rusia. Tentu saja mereka disambut bukan sebagai pahlawan.
Sejarawan Thomas Blanton mengatakan kepada The Sun, "Apa itu kepahlawanan, apa itu tugas, mereka telah menempuh separuh perjalanan dan kembali, dan masih hidup. Namun, pada kenyataannya, salah seorang laksamana Rusia mengatakan kepada para awak kapal selam itu, 'Akan lebih baik jika Anda tenggelam bersama kapal Anda'. Luar Biasa."
Empat dekade berlalu sebelum kisah tentang apa yang sebenarnya terjadi pada kapal selam B-59 terungkap. Itu terjadi setelah Arkipov meninggal tahun 1998 karena keracunan radiasi.
Namun bagi Olga, istri dari Vasili Arkhipov, suaminya adalah seorang pahlawan. Olga berkata, "Dia tahu bahwa merupakan kegilaan untuk menembakkan torpedo nuklir. Di Kuba, untuk memperingati ulang tahun ke-40 krisis itu, orang-orang berkumpul. Mereka bilang bahwa orang yang mencegah terjadinya perang nuklir adalah awak kapal selam Rusia, Vasili Arkhipov. Saya bangga dan saya selalu bangga dengan suami saya."